SIKAP DAN PERILAKU
Makalah disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Sosial
Dosen Pengampu Muslim Hidayat, M.A.
Disusun oleh :
St. Fatimatuzzah Rotunnisa/19107010001
Arifa Alfiyana Nor/19107010007
Siti Nurfadilah/19107010015
Febian Pratama/19107010022
Alfina Intan Ulya/19107010031
PSIKOLOGI A
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UIN SUNAN KALIJAGA 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang unik sebab, mereka mempunyai perbedaan dengan individu lainnya. Sikap (attitude) adalah konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian-kajian yang dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses terbentuknya sikap, maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap kaitannya denganefek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem hubungan antarkelompok.
Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974;Gerungan, 2000).
perilaku sosial merupakan Perilaku yang refleksif yakni perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan.Dalam perilaku yang refleksif respons langsung timbul begitu menerima stimulus.Dengan kata lain begitu stimulus diterima oleh reseptor,langsung timbul respons melalui afektor tanpa melalui pusat kesadaran atau otak.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yang bertujuan untk menggambarkan secara sistematis,faktual dan akurat mengenai pembahasan yang kita jalani.
BAB 2
PEMBAHASAN
SIKAP
PENGERTIAN SIKAP
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sikap diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Menurut Oxford Advanced Learner Dictionary (dalam Ramdhani 2008), sikap merupakan cara untuk menempatkan/membawa diri, merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.
Pengertian sikap menurut beberapa tokoh :
G.W. Allport mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.
Sedangkan menurut Krench dan Crutchfield mendefinisikan sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif.
Carl Jung mendefinisikan sikap sebagai kesiapan kesiapan dari psike untuk bertindak atau bereaksi dengan cara tertentu. Sikap sering muncul dalam bentuk pasangan, satu disadari sedang yang lainnya tidak disadari.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan mental yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh terhadap respons individu, organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif. Selain itu, sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif ataupun negatif terhadap obyek atau situasi. Hal ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidaknya seseorang pada sesuatu.
CIRI-CIRI SIKAP
Sikap memiliki segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia. Dengan demikian, ada beberapa ciri sikap untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong lainnya. Ciri-cirinya antara lain :
1. Sikap tidak dibawa sejak lahir
Pada waktu dilahirkan, manusia belum membawa sikap-sikap tertentu terhadap suatu objek. Sikap terbentuk dalam perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Oleh sebab itu, maka sikap dapat dipelajari dan juga dapat berubah. Meskipun demikian, sikap memiliki kecenderungan yang stabi, sekalipun itu dapat mengalami perubahan. Sikap dibentuk atau dipelajari melalui hubungan individu dengan objek lainnya. Maka faktor pengalaman sikap itu penting.
Sikap merupakan daya dorong berbeda dengan motif biologis yang juga sebagai daya dorong individu, karena motif biologis ada sejak individu dilahirkan.
2. Sikap selalu berhubungan dengan objek sikap
Oleh karena itu, sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek tertentu yakni melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan antar individu dengan objek tertentu akan menimbulkan sikap tertentu dari individu terhadap objek tersebut.
3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek
Jika seseorang memiliki sikap yang negatif pada orang lain, maka orang tersebut akan memiliki kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada suatu kelompok dimana seseorang tersebut tergabung didalamnya. Disini terlihat bahwa adanya kecenderungan untuk menggeneralisasi objek sikap.
4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika suatu sikap telah terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, maka secara relative sikap itu akan bertahan lama pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit untuk berubah, dan meskipun berubah akan membutuhkan waktu yang lama.Namun sebaliknya, jika sikap itu belum mendalam pada diri seseorang, maka secara relative sikap tersebut tidak akan bertahan lama dan mudah berubah.
5. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi
Sikap terhadap suatu objek tertentu akan selalu diikuti perasaan tertentu yang dapat bersifat positif, juga negatif terhadap objek tersebut. Disamping itu, sikap juga mengandung motivasi, ini berarti bahwa sikap itu memiliki daya dorong bagi individu untuk berperilaku tertentu terhadap objek yang dihadapinya.
KOMPONEN-KOMPONEN SIKAP
Pada sikap, terdapat tiga komponen yang secara bersama merupakan peneliti bagi jumlah keseluruhan sikap seseorang. Komponen-komponen sikap sebagai berikut :
1. Komponen respon evaluatif kognitif : yaitu gambaran tentang cara seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa, atau situasi sebagai sasaran sikap. Komponen ini adalah pikiran, keyakinan, atau ide seseorang mengenai suatu objek. Dalam bentuk sederhana, komponen kognitif adalah kategorisasi yang digunakan untuk berpikir.
2. Komponen respons evaluative afektif dari sikap adalah perasaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu objek sikap. Perasaan atau emosi meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, atau yang lainnya.
3. Komponen respons konatif atau evaluative perilaku dari sikap yakni tendensi untuk berperilaku pada cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Dalam hal ini, tekanan lebih pada tendensi untuk berperilaku dan bukan pada perilaku secara terbuka.
SUMBER-SUMBER SIKAP
Pembentukan sikap bukanlah warisan genetik, tetapi merupakan sesuatu yang dibentuk dari sejak kelahiran seseorang didunia yang berhadapan dengan berbagai pengalaman. Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi pembentukan suatu sikap, antara lain :
A. Faktor Sosialisasi
Sosialisasi adalah suatu proses pembelajaran sosial yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan alam pengalaman hidup bagi seorang individu. Hal yang paling berpengaruh dalam pembentukan sikap seseorang adalah keluarga, sekolah, teman, rekan kerja, dan lain-lain.
B. Faktor Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup memainkan peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi sikap individu. Hal ini dikarenakan segala pengalaman yang telah dilalui akan tersimpan didalam memori atau ingatan mereka dan akan dimunculkan pada saat-saat tertentu. Pengalaman hidup ini biasanya berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Melalui pengalaman ini, terkadang juga akan menyebabkan seseorang memiliki keyakinan lebih terhadap suatu perkara.
C. Hasil Pengamatan yang Berkepanjangan
Terdapat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa penelitian dapat merubah asumsi seseorang terhadap suatu masalah. Contohnya, setiap hari selama sejam seseorang diharuskan untuk duduk didalam sebuah ruangan yang penuh dengan lukisan abstrak. Apakah orang tersebut akan menyukai lukisan itu dikemudian hari ? Kajian tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan pengamatan berkepanjangan atau berulang kali terhadap suatu masalah baru sudah mencukupi untuk menjadikan masalah tersebut lebih disukai.
Sumber-sumber yang mempengaruhi pembentukan sikap hampir sama dengan faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan diri seseorang. Hal ini dikarenakan terdapat kaitan dan hubungan antara diri dan sikap dalam pembentukan tingkah laku seseorang.
FUNGSI SIKAP
D. Katz mengungkapkan bahwa terdapat empat fungsi sikap. Yaitu :
1. Penyesuaian Diri, berarti bahwa orang cenderung mengembangkan sikap yang akan membantu untuk mencapai tujuannya secara maksimal. Contohnya, seseorang cenderung menyukai partai politik yang mampu memenuhi dan mewakili aspirasi-aspirasinya. Di suatu negara tertentu, seorang pengangguran akan cenderung memilih partai buruh yang kemungkinan besar dapat membuka lapangan pekerjaan baru atau memberikan tunjangan pengangguran lebih besar.
2. Pertahanan Diri, mengacu pada pengertian bahwa sikap dapat melindungi seseorang dari keharusan untuk mengakui kenyataan tentang dirinya. Seperti proyeksi perilaku. Proyeksi adalah atribusi ciri-ciri yang tidak diakui oleh ciri seseorang dalam dirinya kepada orang lain. Melalui proyeksi, seseorang seakan-akan tidak memiliki ciri-ciri itu. Seorang anak yang memiliki kecenderungan agresif akan menuduh anak lain yang sedang berkelahi sebagai anak yang kasar.
3. Ekspresi Nilai, sikap membantu ekspresi positif nilai-nilai dasar seseorang, memamerkan citra dirinya dan aktualisasi diri.
4. Pengetahuan, sikap membantu seseorang menetapkan standar evaluasi terhadap suatu hal. Standar itu menggambarkan keteraturan, kejelasan, dan stabilitas kerangka acu pribadi seseorang dalam menghadapi objek atau peristiwa disekitarnya. Contohnya, seiring dengan peningkatan status sosial, seseorang yang awalnya memiliki sepeda motor akan memutuskan untuk membeli sebuah mobil. Karena ia yakin bahwa dengan membeli mobil akan sesuai dengan status sosialnya yang baru.
TERBENTUKNYA SIKAP
Sikap tidak dibawa sejak lahir , namun sikap dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologus, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan atau pendorong yang ada dalam masyarakat. Hal ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.
Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, cakrawala, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses ini merupakan suatu pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap dan berkaitan dengan segi kognisi.
PERUBAHAN SIKAP SPONTAN
Memikirkan objek sikap secara mendalam cenderung akan membuat sikap menjadi lebih ekstrim. Menurut Tesser, mereview dan mengkaji keyakinan seseorang dan tekanan konsistensi menyebabkan keyakinan seseorang cenderung menjadi konsisten.
Hipotesis Tesser menyatakan bahwa memikirkan suatu isu akan melahirkan sikap yang lebih terpolarisasi karena pemikiran akan menyebabkan seseorang menghasilkan lebih banyak sikap yang konsisten. Semua aktivitas kognitif ini mengharuskan individu memiliki struktur, atau skema, tentang seseorang atau isu. Tanpa ada pemahaman skematik atas suatu isu, maka sulit bagi seseorang untuk menghasilkan keyakinan baru atau untuk mengetahui cara menginterpretasikan ulang keyakinan lama.
Implikasinya adalah bahwa pemikiran akan mempolarisasikan sikap hanya ketika seseorang memiliki skema tentang suatu isu. Untuk menguji implikasi ini, Chaiken dan Yates pada tahun 1985 meneliti dua kelompok orang : sebagian sudah memiliki struktur pengetahuan yang konsisten tentang suatu isu dan sebagian tidak memiliki pengetahuan itu
. Untuk memporalisasikan sikap, maka pemikiran seseorang harus relevan dengan isu, seseorang harus memiliki sumber daya kognitif yang cukup, dan harus tidak ada isu alternatif yang bersaing menarik perhatiaannya.
PERSISTENSI PERUBAHAN SIKAP
Secara umum, memori detail argumen akan pudar dengan cepat dan kemudian pudar secara lambat. Akan tetapi, persistensi perubahan sikap tidak selalu bergantung pada retensi detail argument. Kejadian lain yang terjadi setelah komin ikasi juga berpengaruh signifikan
. Salah satu faktor yang penting membantu persistensi adalah apakan penerima komunikasi itu kemudian ingat pada petunjuk-petunjuk yang penting. Sleeper Effect adalah perubahan sikap yang tetundan yang tidak segera kelihatan setelah menerima komunikasi.Sleeper effect berlaku pula pada niat untuk membujuk. Ingitan akan kembali bahwa ketika seseorang diberi peringatan lebih dini tentang niat orang lain untuk membujuk, perubahan sikap akan berkurang. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu adalah mudah untuk melupakan bahwa orang itu berniat untuk membujuk, yang menyebabkan perubahan sikap dari waktu kewaktu semakin meningkat.
KETIKA SIKAP GAGAL DIUBAH RESISTENSI TERHADAP PERSUASI
Melihat begitu banyak persuasi yang kita hadapi setiap harinya, kita dapat menarik kesimpulan, kita sangat menolak pesan-pesan persuasi tersebut. Jika kita tidak menolah resisten maka sikap kita akan terus menurus berubah karena dipengaruhi oleh pesan persuasi yang kita terima setiap saat. Ada beberapa faktor yang semuanya menguatkan kemampuan kita untuk menolak bahkan terhadap usaha persuasi yang sangat lihai yaitu :
Reaktansi: Melindungi Kebebasan Pribadi.
Kita Reaktansi (reactance) adalah sebuah reaksi negative terhadap usaha orang lain untuk mengrang kebebasan kita dengan membuat kita melakukan apa yang mereka inginkan. Sebagai contoh, Jika kita pernah mengalami suatu peristiwa dimana seseorang memberikan tekanan kepada kita agar kita dapat mengubah sikap kita. Saat seseorang melakukan hal tersebut, kita mungkin akan merasa terganggu dan tidak senang. Hasil akhirnya: kita tidak hanya menolak, tetapi kita juga mundur dan menghasilkan pandangan yang berlawanan dengan pandangan yang di tawarkan oleh seseorang yang melakukan persuasi kepada kita. Dalam sebuah penelitian
mengindikasikan bahwa dalam situasi tersebut, kita sering kali mengubah sikap kita kearah yang berlawanan dengan apa yang dipaksa kepada kita, sebuah efek yang dikenal dengan perubahan sikap negative.
Peringatan: Pengatahuan Awal akan Intense Persuasi
Pemahaman dini bahwa individu akan menjadi targetsuatu usah persuasi. Peringatan seringkali meningkatkan pemehaman terhadap persuasi yang terjadi. Contohnya sering kita mendengar pidato yang disampaikan oleh calon legislatif yang memiliki motov yang tersembunyi, ia menginginkan suara kita. Adanya peruses kognitif yang berperan dalam persuasi yang pertama peringatan memberikan kita kesempatan untuk menciptakan sanggahan yang dapat mengurangi kekuatan pesan. Selain itu peringata juga memberikan waktu untuk mengingat fakta-fakta yang relevan yang informasinya terbukti berguna agar dapat menolak sebuah pesan. Peringatan tanpak berguna jika terkait dengan sikap yang kita nilai penting, dan lebih kecil kemungkinan untuk sikap yang kita anggap kurang penting dari peringatan.
Penghindaran Selektif
Kecerendukan untuk mengalihkan perhatian dari informasi yang menantang sikap yang sudah ada.Usaha menghindari tersebut meningkatkan resistansi terhadap persuasi. Seperti kegiatan menonton tv. Orang yang menonton tv tidak hanya duduk diam di depan tv, tetapi mereka mengganti saluran tv, mereka mengecilkan volume saatiklan atau mengalihkan perhatin ketika dihadapkan dengan informasi yang berbeda dari yang kita ininkan. Kecenderungan untuk mengabaikan atau menghindari informasi yang berbeda dengan sikap kita, dan aktif mencari informasi yang konsisten dengan sikap kita, menjukan dua sisi yang oleh psikologi sosial dikenal sebagai selective exposure. Selektif tersebut membuat kita memfokuskan perhatian kita, membantu memastikan bahwa sikap kita relative tetap sama untuk jangka waktu yang panjang.
Pertahanan Aktif terhadap Sikap Kita yang Sudah Ada
Mengabaikan atau menyaring informasi yang tidak sesuai denagn pandangan kita saat ini adalah salah satu cara untuk menolak persuasi. Tetapi bukti yang ada menunjukan bahwa selain sikap pasif, kita juga menggunakan strategi yang lebih aktif untuk mempertahan sikap yang kita miliki: yaitu melawan atau menyanggahnya. Dengan cara aktif ini, pandanga yang berbeda lebih ternanam dalam ingtatan tetapi dampak lebihnya lebih kecil pada sikap kita.
Dalam sebuah penelitian, siswa yang sebelumnya telah diidentifikasi sebagai bendukung (pro-choice) atau menolak (pro-life) aborsi, dihadapkan pada pesan persuasi yang disampaikan oleh kominikator wanita.Pesan ini berisi hal-hal yang konsisten maupun yang berbeda pandangan maupun sikap mereka.Setelah mendengar pesan tersebut, partisipan melaporkan sikap mereka terhadap aborsi, yaitu seberapa yakin mereka terhadap pandangannya (mengukur aspek kekuatan sikap) dan semua argumen dalam pesan yang dapat mereka ingat (mengukur aspek ingtan).Sebagai tambahan mereka, mereka menulis pikiran-pikiran yang mereka miliki.Selama mendengarkan pesan untuk memberikan informasi sejauh mana mereka menyanggar pesan yang berbeda dengan pandangan mereka.
Hasil penelitian menunjukan, seperti yang telah diduga sebelumnya, bahwa pesan yang diisi berbeda (counterattitudinal) maupun pesan yang sejalan dengan sikap mereka (proattitudinal) diingat dengan sama baiknya. Namun partisipanmelporkan bahwa mereka berfikir lebih sistematis tentang pesan counterattitudinal dan melaporkan bahwa mereka mengeluarkan lebih banyak pikiran yang berlawanan dengan pesan tersebut.
Bias Asimilasi dan Polarisasi Sikap
Bias Asimilasi (biased asimilasi) adalah kecenderungan untuk mengefaluasi informasi yang berbeda denganpandangan yang kita miliki sebagai informasi yang tidak meyakinkan atau tidak dipercaya daripada informasi yang mendukung pandangan kita. Polarisasi Sikap (attitude polarization) adalah sebuah kecenderungan untuk mengefaluasi berbagai bukti atu informasi dengan cara memperkuat pandangan awal kita dan membuat pandangan tersebut menjadi lebih ekstrim. Dari hasil kedua pengartian dia atas, sikap kita tampaknya benar benar tidak dapat diubah oleh usah apapun, dan cenderung menetap, bahkan kita ketika kita dihadapkan informasi baru yang sangat kuat menentang mereka.
HUBUNGAN ANTARA SIKAP, MINAT DAN PERILAKU MANUSIA
Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan berdampak sebagai berikut:
1) Perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu.
2) Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang kita perbuat sesuai dengan aturan yang berlaku dimasyarakat.
3) Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Sikap yang spesifik dapat mempengaruhi perilaku adalah sikap sosial yang dilakukan dengan cara berulang-ulang pada kegiatan yang sama disebut kebiasaan, motif merupakan dorongan, keinginan dan hasrat yang berasal dari dalam diri, nilai- nilai merupakan norma-norma subjektif sedangkan kekuatan pendorong dan kekuatan penahan adalah berupa nasihat atau penyuluhan dan informasi
Pengukuran Sikap Di dalam ilmu sosial mengukur sikap dari manusia bukanlah hal yang mudah.Hal tersebut dikarenakan objek yang dipelajari tidak nampak.Oleh karena itu banyak faktor yang menyebabkan variasi hasil pengukuran dalam ilmu sosial.
Terdapat beberapa cara atau metode agar dapat mengukur sikap yang berada didalam diri individu yaitu :
Pengukuran sikap secara tidak langsung Pengukuran dapat menggunakan alat-alat tes, baik yang proyektif maupun non proyektif.Misal dengan tes Rorschahch, TAT, dan dengan melalui analisis yang cukup rumit, peneliti dapat mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan sekitarnya. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi. Biasanya tes ini berupa beberapa item yang disusun secara sistematis, selektif, dan dengan kriteria tertentu.
B. PERILAKU SOSIAL
Pengertian Perilaku Sosial
Menurut Max Weber (dalam Supraja, 2012) bahwa tindakan dapat didefinisikan sebagai perilaku. Tindakan sosial atau perilaku sosial mengarah pada interaksi individu kepada orang lain. Schutz juga menyatakan makna tindakan sebagai perilaku bagi orang yang melakukannya. Terdapat dua konsep tindakan menurut Schutz (1972) pertama, merujuk kepada makna sujektif yang menunjukkan adanya tindakan seseorang sebagai subjek atau pemeran utama. Fenomena ini ditunjukkan kepada tindakan indivisu yang dapat dilihat dari pergerakkan tubuh. Menurut Weber makna semacam ini dapat dipahami dengan cara observasional yaitu dengan observasi langsung. Kedua, kerangka pemahaman yang lebih luas atas tindakan yang dilakukan seseorang yang kemudian disebut dengan pemahaman motivasional. Hal ini menunjukkan kepada makna tindakan yang dilakukan seseorang yang dilihat juga pada aspek masa lalu dan masa depan subjek atau konteksnya. Dua kerangka ini dapat dilihat sebagai makna yang dilakukan karena dan makna yang dilakukan agar supaya.
Menurut Krech (dalam Rahmad, 2016) perilaku sosial individu terdiri dari pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain. Perilaku juga ditunjukkan sebagai perasaan, tindakan, sikap keyakinan atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang juga relative untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda. Menurut Rusli Ibrahim (dalam Rahmad, 2016) terdapat empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang diataranya: (1) Perilaku dan karakteristik orang lain; (2) Proses kognitif; (3) Faktor lingkungan; (4) Latar Budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi. Prasetyo (1997) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial diantaranya: (1) Faktor Indogen merupakan faktor pada diri anak itu sendiri seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. (2) Faktor Eksogen berasal dari luar seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
Menurut Nurfirdaul dan Risnawati (dalam Jurnal Lensa Pendas, 2019) mengungkapkan bahwa perilaku sosial seseorang juga dapat dibentuk oleh karakter yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada dasarnya lingkungan sekolah merupakan salah satu elemen penting sebagai tempat untuk mendidik manusia menjadi lebih baik. Hal ini termasuk dalam pembentukan karakter, sikap dan kejujuran pada individu. Namun, hal tersebut memang dianggap sangat sulit jika tidak ada komitmen dari lembaga pendidikan serta tujuan pendidikan. Sehingga sering ditemui siswa yang memiliki karakter tidak jujur ditunjukkan dengan perilaku siswa saat ujian, kurang sopan terhadap guru, bolos sekolah, kurang disiplin, tidak mengerjakan tugas, membuat kegaduhan dan sebagainya.
Perilaku Sosial Kalangan Masyarakat
Dibawah ini merupakan pembahasan mengenai perilaku sosial beberapa kalangan di masyarakat seperti perilaku sosial remaja, perilaku sosial santri, dan perilaku sosial siswa diantaranya adalah sebagai berikut:
Perilaku Sosial Remaja
Menurut Baron dan Byrne (dalam Nugroho, dkk. 2017) menyatakan bahwa perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia atau makhluk hidup terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku adalah aksi, reaksi terhadap rangsangan. Perilaku adalah suatu tindakan rutin dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi ataupun kehendak untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkannya. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain. Kemudian, Weber mengungkapkan bahwa setiap individu memiliki macam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya. Individu itu lalu menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini menyalurkan hobi merupakan tujuan dan Taman Pleret merupakan sebuah tempat yang memiiliki banyak pengunjung termasuk remaja. Taman Pleret ini merupakan sebuah alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan masing-masing individu. Menyalurkan hobi seperti fotografi dan kecintaan pada hewan peliharaan reptil merupakan salah satu bentuk perilaku sosial yang ada di Taman Pleret.
Selanjutnya, Taman Pleret juga dapat dijadikan sebagai tempat berkumpul dan berdiskusi bersama teman karena pengunjung menilai Taman Pleret merupakan tempat yang nyaman, serta memiliki kelebihan dibanding taman kota lainya ataupun tempat lain yang harus mengeluarkan biaya. Hasil temuan tersebut sesuai dengan teori rasionalitas instrumental oleh Weber (dalam Nurgoho, dkk. 2017) yang menyebutkan suatu pilihan dibuat atas alat yang dipergunakan yang kiranya mencerminkan pertimbangan individu atas efisiensi dan efektivitasnya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan orang itu dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai.
Weber juga mengungkapkan seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, ketakutan, atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan yang logis, ideologi, atau kriteria rasionalitas lainya. Perilaku afektif remaja yang ditunjukkan bahwa saat berada di Taman Pleret kita dapat menemukan para remaja yang berperilaku menyimpang, perilaku yang semestinya tidak boleh terjadi di tempat umum. Seperti perilaku berpacaran remaja di Taman Pleret yang ditunjukkan dengan saling memegang daerah terlarang sering terlihat oleh pengunjung lainnya. Perilaku berpacaran remaja yang terlihat sedang berciuman, berpelukan bahkan saling memegang daerah terlarang seperti menyentuh payudara menimbulkan kesan negatif bagi masyarakat sehingga Taman Pleret dikenal sebagai tempat mesum. Banyaknya pengunjung remaja berpacaran menyimpang membuat kondisi ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Perilaku pacaran yang seperti di atas tidak mencerminkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan juga merusak moral remaja itu sendiri.
Perilaku Sosial Santri
Berbeda dengan perilaku sosial santri yang lebih menunjukkan bentuk-bentuk perilaku sosial positif diantaranya bentuk perilaku sosial santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin antara lain:
Menghormati orang lain. Bentuk perilaku menghormati orang lain seperti ustadzahnya berbicara sopan kepada kyai dan ustadz/, berjalan di depannya membungkukkan badan, mencium tangannya, rendah hati, melaksanakan perintahnya, tawadu’. Sedangkan kepada sesama santri dengan menghormati yang lebih tua, wujudnya memanggil santri yang lebih tua dengan sebutan mbak/kang, mendahulukan yang tua, tidak membuat santri lain merasa direndahkan, berbicara sopan kepada sesama santri, menghargai pendapat santri lain.
Tolong-menolong. Santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin umumnya sudah pernah mengikuti kegiatan sosial. Di pondok pesantren Tarbiyatul Muballighin agar santri memiliki karakter yang santun, proses pembentukan karakter santri memiliki proses yang sangat panjang. Pembentukan karakter santri dilakukan secara tahap bertahap, ada yang nurut ada yang tidak. Karena pada dasarnya anak yang tinggal di pondok pesantren tidak selalu atas keinginan sendiri tetapi karena paksaan orang tua. Jadi pembentukan karater dimulai dari anak itu sendiri.
Sopan santun. Sopan santun atau tata krama adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat-menghormati menurut adat yang telah ditentukan. Santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin memiliki sopan santun yang baik, dilihat dari cara santri berbicara dengan orang yang lebih tua dengan tutur kata yang baik dan lembut, dengan teman juga tidak berbicara kasar.
Peka dan peduli. Bentuk perilaku peka dan peduli serta tolong menolong santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin yang paling menonjol adalah ketika terdapat teman yang sakit dimana para santri bergegas mencarikan obat atau pun mengantarkan untuk periksa ke dokter atau puskesmas.
Ucapan terima kasih. mengucapkan terima kasih kepada teman yang membantunya, seperti setelah membantu mengambilkan makanan, bersih-bersih lingkungan. Santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin mempunyai rasa terima kasih yang tinggi dan selalu mengucapkan terima kasih kepada teman yang telah membantunya. Di pesantren ini pun terdapat ngaji kitab yang mengajarkan untuk mengucapkan terima kasih dan menjadikan santri agar mempunyai rasa terima kasih yang tinggi. Bentuk rasa terima kasih yang dilakukan santri berupa ucapan dan tindakan. Ucapan berupa kata ‘terima kasih’ sedangkan tindakan berupa perilaku timbal balik dengan cara saling membantu satu sama lain.
Selanjutnya, terdapat jenis perilaku sosial santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin yang berkaitan dengan kecenderungan perilaku peran secara sosial tergolong memiliki sifat pemberani dalam membela haknya, tidak suka berkuasa, inisiatif, cenderung mandiri, dan disisi lain tergantung teman dan anggapan masyarakat. Para santri di pondok pesantren tarbiyatul muballighin patuh terhadap tata tertib tetapi tidak semua dan tidak suka berkuasa walaupun ada satu dua yang berkuasa, karena mereka menganggap dirinya dan teman-temannya sama saja derajatnya. Di pondok sama-sama menjadi santri walaupun ada yang dijadikan pengurus tetapi mereka tetap rendah diri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Smith dan Huo (dalam Ningrum dan Totok, 2019) bahwa dalam kehidupan sehari-hari, individu lebih cenderung untuk melihat diri mereka sebagai wakil kelompok.
Perilaku Sosial Siswa
Perilaku sosial siswa di SMP Muhammadiyah Luwuk dapat disebut tidak wajar. Hal ini ditunjukkan dengan sikap setiap siswayang mengakui bahwa tidak pernah merasa takut dengan guru yang ada di sekolah. Siswa juga bebas melakukan aktivitas apapun yang diinginkan, tanpa merasa takut mendapatkan sanksi. Tidak adanya sanksi yang tegas dari pihak guru, membuat siswa bebas melakukan berbagai aksi pelanggaran seperti bolos, membuat kegaduhan di dalam kelas, memalak teman yang lemah, melakukan bulyying, berkelahi di lingkungan sekolah, merokok, berjudi, minum-minuman keras, bahkan sam-pai kepada perilaku seks bebas. Berbagai pelanggaran tersebut sangat jelas adanya, hal ini terbukti saat siswa melakukan berbagai pelanggaran di dalam kelas, di luar kelas, ataupun di luar lingkungan sekolah, guru hanya menegur dan tidak mem-berikan sanksi. Perilaku sosial siswa yang tidak wajar tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu siswa lebih banyak mendapatkan pegaruh dari lingkungan luar keluarga dan pengaruh dari teman sebaya.
Menurut Myres (dalam Hasanah dan Dyah, 2015) mengungkapkan bahwa perbedaan kultur atau budaya memiliki pengaruh terhadap perilaku sosial seseorang. Kultur yang ada di dalam masyarakat memiliki banyak perbedaan, sehingga dapat berpengaruh pula pada perilaku sosial. Berdasarkan hal tersebut terdapat perilaku sosial siswa di sekolah lain yakni siswa SMK Muhammadiyah Kramat yang diwujudkan melalui gaya hidup yang mencakup penampilan, cara berbicara dan pergaulan siswa di lingkungan sekolah.
Penampilan.
Berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan bahwa penampilan siswa di SMK Muhammadiyah Kramat adalah memakai seragam sekolah yang sudah dimodifikasikan sesuai trend yang ada seperti celana pensil dan rok ngatung. Penampilan lainnya adalah model rambut remaja laki-laki.Mereka mengidolakan pemain sepakbola. Mereka meniru model rambut pemain sepakbola “El Sharaawy”.Model rambut lainnya adalah model rambut boy band. Model rambut siswa perempuan meniru model rambu artis yang sering muncul di televisi seperti warna rambut perak, biru atau kecoklatan. Jika mereka memakai seragam yang telah dimodifikasikan sesuai trend remaja sekarang, akan menimbulkan rasa percaya diri mereka, sebaliknya jika mereka menggunakan seragam sesuai dengan model aturan sekolah akan dianggap aneh oleh teman-teman sebaya mereka, maka tidak heran jika mereka akan terus berbenturan dengan aturan sekolah daripada dianggap aneh oleh teman-teman mereka.
Gaya bicara
Gaya berbicara remaja di SMK Muhammadiyah Kramat. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Tegalan (bahasa Jawa ngapak) dan Bahasa Indonesia. Terkadang dalam berbicara menggunakan istilah atau beberapa kata-kata bahasa alay. Menurut Wikipedia, alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari anak layangan atau anak lebay.
Pergaulan
Pergaulan siswa di SMK Muhammadiyah Kramat sesuai dengan ciri-ciri masa remaja dan karakter perilaku sosial remaja yaitu remaja yang mempunyai kecenderungan untuk bebas dalam mengekspresikan dan menampilkan diri, lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya, kemampuan untuk memiliki dan memilih banyak rujukan/idola, keinginan berparitisipasi dalam aktivitas kelompok, Kurang membutuhkan pengawasan dari orang tua, membutuhkan penerimaan sosial (masyarakat) dan saling berbagi dengan teman sebaya.
3. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial
1. Perilaku Terbuka dan Tertutup
a. Perilaku Terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu perilaku ini disebut over behavior.
b. Perilaku Tertutup
Respons sesorang terhadap stimulus dalam bentuk terselebung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatuan, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada penerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, perilaku ini disebut cover behavior.
2. Perilaku Reflektif dan Non-Reflektif
a. Perilaku Reflektif
Perilaku reflektif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme. Misalnya reaksi kedip mata bila terkena sinar, menarik jari bila terkena panas, dan sebagainya. perilaku reflektif ini terjadi dengan sendirinya secara otomatis tanpa perintah atau kehendak orang yang bersangkutan, sehingga di luar kendali manusia.
b. Perilaku Non-Reflektif
Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses perilaku ini disebut proses psikologis.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor-faktor tersebut dapat berupa insting, motif dari dalam dirinya, sikap serta nafsu. Faktor internal dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis bisa berupa faktir genetik atau bawaan dan motif biologis seperti kebutuhan makan dan minum, kebutuhan seksual serta kebutuhan melindungi diri dari bahaya. Untuk faktor sosiopsikologis berupa kemampuan afektif yang berhubungan dengan emosional manusia, kemampuan kognitif, yang merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia serta kemampuan komatif yang merupakan aspek volisonal yang berhubungan dengan kebiasaan kemauan bertindak.
Ketika faktor dari dalam diri baik, maka akan menimbulkan perilaku yang baik pula. Sebaliknya, jika faktor dalam diri buruk maka akan menimbulkan faktor yang buruk pula. Faktor internal yang bermacam-macam yang berada dalam diri seseorang akan menimbulkan bentuk perilaku sosial yang bermacam-macam.
2. Faktor dari luar (Eksternal)
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang atau individu, antara lain keluarga, sekolah dan masyarakat. Pengaruh lingkungan terhadap perilaku individu dapat berupa kondisi masyarakat, perubahan iklim, dan cuaca serta faktor ekonomi individu. Kondisi masyarakat yang baik dan stabil akan berdampak baik pada perilaku seseorang, begitu juga jika kondisi masyarakat yang tidak kondusif akan menimnbulkan perilaku yang buruk sebagai bentuk perwujudan dari perasaan dan emosional. Perubahan iklim dan cuaca juga mempengaruhi perilaku seseorang. Disini perilaku timbul sebagai bentuk penyesuaian diri yang sedang berlangsung. Selanjutnya adalah faktor ekonomi dari individu, faktor ini merupakan faktor dalam perilaku seseorang, keadaan ekonomi yang kurang dan sulit akan menjadikan seseorang berbuat nekat dan semaunya tanpa memperdulikan orang lain. Seseoran akan melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhannya dengan melakukan pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku.
5. Macam-macam Perilaku Sosial
1. Perilaku Agresi
a. Pengertian Perilaku Agresi
Terdapat perspektif mengenai agresi, antara lain:
1) Peran faktor biologis: dari insting hingga perspektif psikologi evolusioner. Teori ini menyatakan bahwa kekerasan manusia berasal dari kecenderungan bawaan (yang diturunkan) untuk bersikp agresif kepada orang lain. Menurut Konrad Lorenz berpendapat bahwa gresi muncul terutama dari insting berkelahi (fighting instinct) bawaan yang dimiliki oleh manusia dan spesies lainnya.
2) Teori dorongan: motif untuk menyakiti orang lain. Teori ini mengemukakan bahwa kondisi eksternal–terutama frustasi–membangkitkan motif yang kuat untuk menyakiti orang lain. Yang paling terkenal di antara teori-teori ini adalah hipotesis frustasi-agresi (frustatio-aggression hyphotesis). Menurut pandangan ini, frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu dorongan yang tujuan utamanya adalah menyakiti beberapa orang atau objek.
3) Teori modern atas agresi: memperhitungkan proses belajar, kognisi, suasana hati, dan keterangsangan. Menurut teori ini, agresi di picu oleh banyak sekali variabel input. Variabel yang pertama meliputi frustasi. Variabel yang kedua meliputi trait yang mendorong individu untuk melakukan agresi,misalnya mudah sekali marah atau tempramental.
Dapat disimpulkan bahwa agresi adalah tindakan siksaan yang disengaja untuk menyakiti orang lain, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor eksternal juga faktor belajar.
b. Penyebab Agresi
Perilaku agresi tidak muncul begitu saja, tetapi ada faktor penyebabnya. Perilaku agresi merupakan respon terhadap sebuah stimulus. Ada beberapa penyebab, sehingga perilaku agresi muncul. Beberapa faktor penyebab perilaku agresi, yaitu:
1) Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak dan saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan timbul pikiran yang kejam.
2) Faktor Biologis
Tiga faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu:
a) Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi.
b) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan dan kegembiraan.
c) Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progesterone menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan.
3) Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara remaja dengan orangtuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orangtua dan remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresi pada remaja.
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan, bahwa ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi yaitu:
a) Kemiskinan, bila seorang remaja dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan.
b) Anonimitas, bahwa terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal. Setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri) dan bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
c) Suhu udara yang panas, tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari diterik panas matahari, tapi bila musim hujan relative tidak ada peristiwa tersebut. Aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap perilaku sosial berupa peningkatan perilaku agresi.
5) Peran belajar model kekerasan
Anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan juga “games”, ataupun mainan yang bertema kekerasan.
6) Frustrasi
Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai sehingga mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
7) Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.
2. Altruisme
Altruisme adalah tindakan suka rela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan). Contoh tindakan altruisme adalah mahasiswa yang melakukan pengabdian masyarakat. Mahasiswa tersebut mengabdi secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun.
6. DASAR-DASAR PERILAKU SOSIAL
Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan,yaitu yang berupa refleks-refleks dan insting-insting,sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan.Dalam perilaku yang refleksif respons langsung timbul begitu menerima stimulus.Dengan kata lain begitu stimulus diterima oleh reseptor,langsung timbul respons melalui afektor tanpa melalui pusat kesadaran atau otak.
Pada perilaku yang non-refleksif atau yang operan lain keadaannya.Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak.Dalam kaitan ini stimulus setelah diterima oleh reseptor,kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat susunan syaraf,sebagai pusat kesadaran,kemudian baru terjadi respons melalui afektor.Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis.Perilaku atau aktivitas psikologis (Branca,1964).
Pada manusia perilaku psikologis inilah yang dominan,sebagain terbesar perilaku manusia merupaka perilaku yang dibentuk,perilaku yang diperoleh,perilaku yang dipelajari melalui proses belajar.Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang pada dasarnya tidak dapat dikendalikan.Hal tersebut karena perilaku refleksif adalah perilaku yang alami,bukan perilaku yang dibentuk.Perilaku yang operan (Skinner,1976),atau perilaku yang psikologis (Branca,1964) merupakan perilaku yang dibentuk,dipelajari,dan dapat dikendalikan,karena itu dapat berubah melalui proses belajar.Di samping perilaku manusia itu dapat dikendalikan,perilaku manusia juga merupakan perilaku yang integreted,yang berarti bahwa keseluruhan individu atau organisme itu terlibat dalam perilaku yang bersangkutan,bukan bagian demi bagian.
B. Menurut Pendapat Kaum Stoic
Menurut pendapat kaum Stoic,yang menyatakan bahwa manusia adalah bagian dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga mempunyai tanggung jawab satu dengan yang lain dan secara bersama-sama mengejar kebahagiaan.Karena itu,manusia bersifat kooperatif,etis,altruis (suka menolong),dan penuh cinta kasih.
Pandangan ini dipengaruhi oleh pandangan Kristen dan berpengaruh kuat di abad 18 terhadap para pemikir Inggris,seperti David Hume,F. Hutcheson,Adam Ferguson (Bapak Sosiologi),dan Adam Smith (penemu ilmu ekonomi modern).Di Timur pandangan seperti ini tampak dalam ajaran Budha,kebatinan Jawa,Shintoisme,dan sebagainya.
C. Menurut Pendapat Epicurean
Kedua,menurut pandangan kaum Epicurean yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya hedonistik,tertarik pada interes dan mau menangnya sendiri.Masyarakat bukanlah sesuatu yang alami.Ia terbentuk karena interes individu untuk bergabung demi keamanan dirinya sendiri dan demi kehidupan ekonomi yang lebih baik.Jadi,manusia adalah kompetitif,hedonistik,dan pencari kesenangan.Tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes,Freud,J.J. Rousseau (hasrat individual harus diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat melalui demokrasi),dan Karl Marx (struktur masyarakat komunis mampu mempengaruhi perilaku sosial dan pemikiran individual anggota masyarakat) adalah penganut-penganut paham ini.
Akan tetapi,kedua pandangan itu mempunyai problemnya sendiri.Problem kaum Stoic, adalah “ika manusia kooperatif mengapa ada perang?”,sedangkan problem kaum Epicurean adalah “Jika manusia hedonis mengapa ada masyarakat?”.Ini disebut “problem keteraturan dari Hobbes” (karena dikemukakan oleh Thomas Hobbes).Menurut Hobbes,jawabannya adalah ketakutan akan kematian yang tinggi dinilai lebih kuat daripada kebebasan mengejar tujuan-tujuan individual.Karena itulah manusia mau bekerja sama untuk menghindari bahaya,mengurangi ketakutan akan kematian,balas dendam,dan sebagainya.Salah satu bentuk kerja sama itu adalah keluarga dan masyarakat.
D. HAKIKAT MANUSIA
Dalam upaya menerangkan hakikat manusia, timbul berbagai pendapat dari para pemikir. Pendapat-pendapat itu oleh David Schneider (1976) digolongkan sebagai berikut.
a. Manusia sebagai hewan
Sebagai hewan manusia mempunyai berbagai naluri dasar yang mengendalikan dan mengarahkan perilakunya agar dapat bertahan dari segala ancaman,yaitu hubungan seks, makan, pertahanan diri dan pertahanan kelompok terhadap serangan dari luar.
Menurut Sigmund Freud ada dua jenis naluri atau insting,yaitu insting seksual atau libido (untuk kelangsungan keturunan dan kelangsungan jenis) dan insting ego (untuk kelangsungan hidup atau preservasi) misalnya lapar dan haus.Dalam perkembangan selanjutnya menjadi insting seksual atau insting kehidupan atau eros (membangun dan berkembang) dan insting kematian atau insting agresi atau tanatos (Shaffer,1994).
b. Manusia sebagai pencari keuntungan
Doktrin bahwa manusia mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan,disebut Hedonisme. Dalam abad 17-18 doktrin ini menjadi dasar dari analisis psikologi karena pengaruh paham epicurean.Ketika terjadi revolusi industri di Eropa,kecenderungan ini diperkuat karena bisnis mulai berkembang dan orang mulai mencari keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk keluarga atau kelompok kecilnya sendiri bukan untuk kepentingan seluruh umat.
Thibaut&Kelley (dalam Sarwono,1995)adalah peneliti-peneliti psikologi yang mengembangkan teori tentang hukum ekonomi dalam psikologi. Teori yang dinamakannya teori timbal-balik (exchange theory) ini menjelaskan adanya prinsip untung-rugi (reward-cost ratio) dalam interaksi antarmanusia.
c. Manusia sebagai salah satu unsur dalam lingkungan fisika
Beberapa teoretikus mulai tidak tertarik pada sumber motivasi,tetapi lebih berminat untuk mempelajari perwujudan motivasi itu dalam bentuk perilaku fisik.Gejala ini terjadi akibat pengaruh dari ahli fiska Galileo dan Newton terhadap Thomas Hobbes.Menurut pandangan ini,setiap gerak tubuh manusia merupakan refleksi dari operasi gabungan berbagai daya yang ada dilapangan.Jadi,analog dengan jatuhnya sebuah bola yang merupakan hasil daya tarik bumi.Dengan demikian,motivasi menurut Hobbes adalah gerak miniatur (miniature motion) di dalam tubuh.Model Newton ini digunakan juga untuk menerangkan hubungan antarmanusia.
Kurt Lewin mengembangkan teori ini dengan mengemukakan teorinya yang terkenal yaitu teori lapangan (field theory). Unit analisisnya adalah manusia dalam lingkungan yang konkret yaitu ruang kehidupan (life space) yang berisi diri manusia itu sendiri, manusia-manusia lain dan lingkungan fisik lainnya. Lewin percaya bahwa hanya daya-daya masa kini (current force) yang menentukan perilaku, bukan masa lalu, apalagi masa kecil.
Menurut Lewin,segala sesuatu yang terdapat dalam ruang kehidupan seseorang diwakili dalam alam kesadaran atau “lapangan psikologik” (psychological field) orang tersebut dan dari saat ke saat, setiap bagian dari lapangan psikologik itu dapat mempunyai daya tarik atau daya tolak terkadang kuat, terkadang lemah, terkadang biasa saja. Jika suatu hal dalam lingkungan fisik seseorang sedang mempunyai daya tarik yang kuat, orang yang bersangkutan terdorong untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya,jika sesuatu mempunyai daya tolak yang kuat, maka orang akan berbuat sesuatu.Perbuatan mendekat atau menghindar akibat dorongan-dorongan dalam lapangan psikologik itu,oleh Lewin dinamakan “lokomosi” (locomotion).
Yang penting dalam teori Lewin ini adalah uraian mengenai konflik.Jika pada suatu saat ada dua hal dalam lapangan psikologik seseorang yang mempunyai daya tarik yang sama kuat,atau daya tolak yang sama kuat,orang yang bersangkutan akan berada dalam situasi konflik.Konflik jenis pertama dinamakan konflik “mendekat-mendekat” (approach-approach conflict) konflik jenis kedua adalah konflik “menjauh-menjauh” (avoidance-avoidance conflict),dan konflik jenis ketiga dinamakan konflik “mendekat-menjauh” (approach-avoidance conflict).
d. Manusia sebagai ilmuwan
Pandangan lain berpendapat bahwa manusia cenderung ingin mengerti lingkunga fisik dan sosialnya,Selain itu,ia ingin mengontrol lingkungannya.Jadi manusia cenderung berpikir sebab-akibat dan cenderung menggolong-golongkan segala sesuatu (baik,buruk,benar-salah,dan sebagainya) sebagaimana layaknya setiap ilmuan.Pandangan bahwa manusia itu bagaikan ilmuan dikemukakan,antara lain oleh aliran psikologi kognitif.
Pengaruh Lewin pada aliran psikologi kognitif adalah bahwa manusia ingin mengerti lingkungannya dalam keadaan yang dapat diramalkan dan jika dapat dikendalikan.Jika keadaan tidak dapat dimengerti,diramalkan,atau dikendalikan akan timbul keadaan yang disebut “disonasi kognitif” (cognitive dissonance).Misalnya jika seorang ibu membeli sebuah tas yang cantik tetapi suaminya dirumah mencela,timbullah keadaan disonan itu.Menurut Leon Festinger,salah satu tokoh aliran psikologi kognitif yang adalah murid Lewin,kondisi disonan ini perlu segera diatasi.Manusia dengan sifat ilmuwannya akan terdorong untuk bertindak,misalnya sang ibu segera mengganti atau menukar tasnya dengan warna lain yang lebih disukai suaminya,sehingga ia mengalami keadaan konsonan kembali.
E. PENGERTIAN DASAR MOTIVASI
Pembahasan motif pada kehidupan merupakan sesuatu yang sangat penting dan bersifat fungsional.Hal ini dikemukakan oleh David Krech dan Crutchfiel (1948) yang mengemukakan dua alasan pokok, yakni:
Ø First,we ask why individuals chosen one action and reject alternative action.(Pertama,kami bertanya, mengapa individu-individu memilih satu kegiatan dan menolak kegiatan-kegiatan pilihan/alternative).Dalam hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap individu mempunyai hanya satu penggerak dalam dirinya untuk bertingkah laku.
Ø Secon,we ask why people persist in a chosen action,often over along time and often in the face of diffilcuties and obstacles.(Kedua,kami bertanya,mengapa individu-individu teguh di dalam memilih kegiatan yang kadang-kadang terjangkau dan menghadapi kesulitan-kesulitan dan rintangan).Hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap individu memiliki satu penggerak keteguhan yang digunakan untuk memilih kegiatan dan menghadapi problem dalam kegiatan.
Dengan kedua alasan tersebut, kita mempelajari motive/penggerak sama dengan bila mempelajari tujuan dan keteguhan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.Oleh karena itu,motive yang ada pada setiap individu,menjadi kunci dari setiap kegiatan dan kesuksesan individu yang bersangkutan.
Mengenai asal mula motive yang ada pada manusia,terdapat dua teori yang dapat menerangkan,yaitu:
Instinct Theory (Teori Insting)
Teori ini dikemukakan oleh William James (1948),Mc,Dougall dan Thorndik (1908) bahwa instinct is an innate tendency to act (insting adalah kecenderungan dari dalam diri (pembawaan lahir)untuk berbuat.
Mereka menyadari bahwa kecenderungan dari dalam ini pasti ada pada individu untuk memulai bertingkah laku.Jumlah insting yang ada pada manusia,kata L.L.Bernard,dapat mencapai 4000-6000 dan dapat digunakan untuk menerangkan kegiatan –kegiata praktis individu dalam kehidupan sehari-hari.Juga insting yang ada pada setiap individu merupakan sesuatu yang tidak dapat dipelajari karena insting-insting tersebut merupakan pembawaan individu.
Teori ini memang disanggah oleh ahli-ahli antropologi dan sosiologi.Mnurt para ahli antropologi:.....that different culture pattern produce great variations n human behavior (bahwa perbedaan pola-pola kebudayaan menghasilkan variasi yang banyak didalam tingkah laku manusia).Jadi,tingkah laku individu bukan karena insting,melainkan karena kebudayaan individu tersebut.
Sementara ahli sosiologi berpendapat:.....that much of the behavior considered innate is act all learned so it was a missioner whwn applied behavior tendencies besed on experience.(bahwa banyak tingkah laku di pandang sebagai kecenderungan dari dalam diri merupakan tindakan belajar,sehingga adalah pemberian kesalahan bila menerapkan pada pengalaman).Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku yang dianggap atau dipandang sebagai insting,ternyata tingkah laku itu dari hasil belajar,yang berupa pengalaman individu.Jadi,semua tingkah laku individu berasal dari pengalaman.
Menurut M.Sherif & C.W.Sherif (1956) motif adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan,semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs)yang berasal dari fungsi-fungsi organisme,dorongan dan keinginan,aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut.
Menurut kedua peneliti itu berdasarkan asalnya ada dua jenis motif,sebagai berikut.
© Motif biogenik
Motif ini berasal dari proses fisiologik dalam tubuh yang dasarnya adalah mempertahankan ekuilibrium dalam tubuh sampai batas-batas tertentu.Proses ini disebut “homeostatis”.
© Motif sosiogenik
Motif ini timbul karena perkembangan individu dalam tatanan sosialnya dan terbentuk karena hubungan antarpribadi, hubungan antarkelompok atau nilai-nilai sosial dan pranata-pranata.
Untuk menjelaskan motif boigenik,Sherif & Sherif mengemukakan experimen yang dilakukan oleh PT Young pada tahun 1936.Eksperimen yang dilakukan dengan hewan itu menunjukkan bahwa tidak ada hierarki dalam dorongan (drive).Hewan yang kehausan akan mencari air terlebih dahulu, bukan makanan. Hewan yang kelaparan tidak mempedulikan air, tetapi mencari makanan. Tikus yang dimasukkan kedalam kandang yang baru, terlebih dahulu akan menjelajahi tempat baru tersebut,sehingga menghambat perilaku agresi dan seksnya.
Demikian juga antara motif biogenik dan sosiogenik,menurut Sherif & Sherif,tidak ada hierarki tertentu,tergantung situasi karena motif tidak berfungsi sendiri,tetapi selalu terkait dengan faktor-faktor lain.
Motif sosiogenik bermula dari motif biogenik.Melalui proses belajar,individu memilih mana yang disukainya dan mana yang dihindarinya,sesuai dengan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.Faktor-faktor pribadi tersebut yang menyebabkan timbulnya sistem hubungan antarpribadi tersendiri pada diri seseorang yang oleh Sherif & Sherif disebut “Ego”.Ego inilah yang menetapkan motif sosiogenik.Jadi,motif sosiogenik sangat tergantung pada proses belajar.
A. Beberapa pendekatan dasar pada motivasi
1. Teori Insting
Untuk menerangkan perilaku manusia,mula-mula (sampai tahun 1920-an) para pakar merujuk pada insting (W.James,Mc Dougall,E.L.Thorndike).Pada tahun 1924 sosiolog L.L.Berbard menemukan tidak kurang dari 400teori tentang insting dan hampir 6000 jenis aktivitas manusia disebut sebagai insting (dari seks sampai mengumpulkan prangko).
Akan tetapi,sejak 1920-an teori ini mulai ditinggalkan orang karena penelitian antropologi dan sosiologi membuktikan bahwa perilaku manusia sangat bervariasi, tergantung dari lingkungan, segingga tidak dapat dijelaskan sebagai insting (yang universal). Insting masih tetap dipakai untuk perilaku-perilaku yang jelas diturunkan, tidak dipelajari dan universal bagi makhluk tertentu.
2. Konsep Dorongan (Drive)
Setelah meninggalkan teori insting, pakar psikologi mencari penyebab prilaku pada “ketegangan” (Tension) yang terjadi pada otot-otot dan kelenjar-kelenjar pada saat haus, lapar, dan sebagainya. Keteganga-ketegangan ini menimbulkan dorongan untuk berperilaku tertentu (mencari makan, minum, dan lain-lain) sehingga dorongan dianggap sebagai penyebab prilaku.umumnya dorongan menyangkut perilaku yang bersifat biologik dan fisiologi, misalnya makan, minum, tidur, sex, mencari temperatur yang konstan, da sebagainya termasuk juga dorongan keibuan, dorongan untuk bermain pada anak-anak, dan sebagainya..
3. Teori Libido dan Ketidaksadaran dari Sigmund Freud.
Inti teori ini adalah motive bersumber pada stres internal, yang terdiri atas insting dan dorongan (drive) yang bekerja dalam alam ketidaksadaran manusia.
Dalam teori Freud yang sangat berorientasi bilogik ini, semua insting dan dorongan bermuara pada libido sexsualis (dorongan sex) yang sebagian besar tidak dapat dikendalikan oleh orang yang bersangkutan (karena kerjanya dalam alam ketidaksadaran). Walaupun Freud banyak mendapat kritik (teorinya dianggap terlalu subjektif dan terlalu spekulatif), ia berhasil memuka dua lapangan baru untuk penelitian, yaitu sex dan ketidaksadaran sebagai sumber prilaku manusia.
4. Perilaku Purposife dan Konflik
Pengaruh psikologi gestalt (Gestalt adalah istilah bahasa Jerman yang artinya keseluruhan) terhadap Bihaviorisme adalah bahwa orang mulai lebih mmentingkan prilaku molar (keseluruhan), seperti makan dan berlari) dari pada prilaku Molekural (bagian dari prilaku keseluruhan, seperti mengeluarkan liur dan menggerakkan otot)dalam hubungan ini perlu dicatat pendapat seorang tokoh bernama Edward Chase Tolman yang menyatakan bahwa prilaku tidak hanya ditentukan oleh rangsang dari luar atau stimulus (sebagaimana pandangan kaum Bihevioris).
Akan tetapi, ditentukan juga oleh Organisme atau orang itu sendiri. Jadi, orang bukan hanya memperhatikan stimulusnya, melainkan memilih sendiri reaksinya. Dengan demikian, prilaku (molar) selalu bertujuan.
5. Otonomi Fungsional
Konsep ini dikemukakan oleh G.W. Allport pada tahun 1961, yaitu motive pada orang dewasa yang tumbuh dari sistem-sistem yang mendahuluinya, tetapi berfungsi lepas dari sistem-sistem pendahulu itu. Dengan perkataan lain, motive ini erfungsi sesuai dengan tujuannya sendiri, terlepas dari motive-motive asalnya.
6. Motive Sentral
Banyak pakar psikologi yang meragukan adanya satu motive sentral yang bisa merangkum semua jenis motive manusia. Akan tetapi, beberapa peneliti tetap berusaha mencari motive sentral tersebut. Goldstein misalnya pada tahun 1939 mengemukakan “aktualisasi diri’ sebagai motive tunggal pada manusia. Pengembangan dari motive “aktualisasi diri” terdapat dalam teori A.H.Maslow yang dikenal luas sejak 1959, yang menempatkan “aktualisasi diri” sebagai motive tertinggi diatas empat motive lain yang tersusun secara Hierarkis (motive primere atau motive fisiologik, motive rasa aman, motive rasa memiliki, dan motive harga diri).
Teori motive tunggal lainnya adalah dari R.W. White yang pada tahun 1959 mengatakan bahwa satu-satunya motive manusia adalah motive kompetensi. Menurut White, manusia selalu ingin berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Keinginan yang universal inilah yang dinamakannya motive kompetensi
Bab III
KESIMPULAN
Sikap adalah suatu kecenderungan dan perasaan orang untuk mengenal aspek tertentu pada suatu lingkungan yang seringnya bersifat permanen karena sulit diubah . komponen yang dimaksud adalah pengetahuan yang selama ini diperoleh semasa hidup dimana sangat mempengaruhi perilaku saat bertindak . pengertian lainnya menyebutkan bahwa sikap adalah kecondongan evaluatif seseorang terhadap suatu subjek atau onjek. Sikap yang dimiliki setiap individu memberikan warna tersendiri untuk seseorang bertingkah laku ,untuk membahas lebih dalam mengenai sikap.
Perilaku sosial adalah suatu tindakan dengan cara yang berbeda dalam situasi berbeda, setiap perilaku seseorang merefleksikan kumpulan sifat unik yang dibawanya ke dalam suasana tertentu yaitu perilaku yang ditunjukkan seseorang ke orang lain. Untuk itu kita sebagai manusia diharapkan dapat bekerjasama, saling menghormati, dan toleran dalam hidup bermasyarakat agar terciptanya keharmonisan dalam lingkungan.
Dasar-dasar perilaku sosial yaitu di samping perilaku manusia itu dapat dikendalikan, perilaku manusia juga merupakan perilaku yang integreted, yang berarti bahwa keseluruhan individu atau organisme itu terlibat dalam perilaku yang bersangkutan, bukan bagian demi bagian.
SUMBER
http://faustinahalida.blogspot.com/2017/12/makalah-perilaku-sosial.html
Achmad,Mudirul.2016. MakalahPolaPerilaku.
Baron, Robert A, dan Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Sears, David O, Jonathan L. Freedman, dan L.Anne Peplau. 1985. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Hasanah, Nur, Dyah Kumalasari. 2015. Penggunaan Handphone dan Hubungan Teman pada Perilaku Sosial Siswa Smp Muhammadiyah Luwuk Sulawesi Tengah. Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS 2, no. 1. 55-70.
Krisnaningrum, Iva, Masrukhi dan Hamdan Tri Atmaja. 2017. Perilaku Sosial Remaja Era Globalisasi di SMK Muhammadiyah Karamat, Kabupaten Tegal. Journal of Educational Social Studies 6, no. 3. 92-98.
Ningrum, Vena Zulinda dan Totok Rochana. 2019. Perilaku Sosial Santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Solidarity 8, no. 2. 749-761.
Nugroho, Hafidz Bhaktiyar Jati, Antari Ayuning Arsi dan Ninuk Sholikhah Akhiroh.2017. Perilaku Sosial Remaja dalam Memanfaatkan Ruang Publik Perkotaan (Studi Kasis Pemanfaatan Taman Kota Pleret Banjir Kanal Barat Semarang). Solidarity 6, no. 1. 1-13.
Nurfirdaus, Nunu dan Risnawati. 2019. Studi Tentang Pembentukan Kebiasaan dan Perilaku Sosial Siswa (Studi Kasus di SDN 1 Windujanten). Jurnal Lensa Pendas 4, no. 1. 36-46.
Rahmad, M. 2016. Perilaku Sosial Anak Putus Sekolah. Jurnal Equilibrium IV, no. 2. 184-193.
Supraja, Muhammad. 2012. Alfred Schutz: Rekontruksi Teori Tindakan Max Weber. Jurnal Pemikiran Sosiologi 1, no. 2. 81-90
Hasani, Afifah. Psikologi Sosial. 2012. Fakultas Psikologi : Universitas Mercu Buana. Diakses pada tanggal 4 April 2020.
Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Prof. Dr. Walgio, Bimo.2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) edisi revisi. C.V Andi Offset, Yogyakarta.
Dr. Hanurawan, Fattah. 2010. Psikologi Sosial Suatu Pengantar.PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Komentar
Posting Komentar